-->

26 December 2012

Cerpen Sedih: Otak-Otak Atik

by ZodiakLopedia tagged as published on 26 December 2012
Duaaaarr...!! Pintu terbuka keras, slot kunci terlepas, bahkan hingga terlepas dari tempatnya. Terlihat jelas mimik wajah ayah yang amat kesal, merah padam dengan tatapan mata marah. Tak menunggu hingga suasana menjadi bertambah rumit, segera kuambil kunci motor dan aku segera berlalu meninggalkan ayah yang sedang marah.

Berusaha sekeras mungkin untuk tidak mempedulikan ocehannya yang sangat melukai hati, aku berjalan gontai keluar rumah. Kulihat mama berdiri khawatir diambang pintu. Wajahnya terlihat gelisah, ada sesuatu dimatanya, tapi tidak dapat kubaca seperti biasa, matanya merah menahan sesuatu yang hampir saja keluar, tapi aku tau mama perempuan yang kuat. Aku meniggalkannya, kuhidupkan motorku secepat mungkin dan tanpa ba-bi-bu aku pergi. Masih jelas teriakan ayah dari kejauhan, beberapa orang yang lewat berbisik-bisik. Ah whatever.

Anak Yang Berbakti

Berapa saat sebelumnya:

"Ma, aku tidur dulu ya bentaran?". Ucap Bayu kepada ibunya yang sedang berada didapur.

"Iya, tapi 2 jam lagi bantuin mama ngambil dagangan ya di warungnya Hj. Nina". Jawab ibunya sambil melanjutkan pekerjaannya.

"Iya, nanti bangunin aja, kamarnya aku kunci". Jawab Bayu.

Bayu pun pergi meninggalkan ibunya yang tengah sibuk didapur, yang sedang membuat kue. Bayu berjalan, meraih botol minuman dikulkas. Kemudian masuk kekamarnya. Pintu berwarna merah hati, terbuat dari kayu-kayu yang sudah rapuh, berbalut triplek tipis. Terselimuti koran yang ditempel paksa menggunakan perekat kertas. Dia melewati ayahnya yang tengah tiduran terlentang sambil menonton televisi dengan volume yang super keras.

"De, cariin uban Papa". Perintah ayah Bayu

"Aku mau tidur pah, cape!!". Jelas Bayu, menutup pintu.

"Setan...!!! punya anak susah banget disuruh. Udah pada gede, makin ngelunjak". Gerutu ayahnya dengan nada tertahan.

Bayu tampak biasa menyikapinya. dia merebahkan badannya diatas kasur lipat yang sudah lusuh, warna yang terpupuskan pudar. Dia menutup kepalanya dengan bantal. "Diem lebih baik, toh udah biasa gue diginiin". Gumamnya dalam hati. "Enak banget hidupnya, makan tinggal makan, rokok kopi tinggal ngambil, kerjannya ngomel, nonton TV, tidur". Lanjut gerutu Bayu dengan suara lirih. "Ga liat apa, nyokap yang kerja banting tulang sementara dia enak-enakan bersantai". Protesnya keras tak terdengar.
"Huhhhh..". Bayu menghela nafas berat

"Bayuuuu...!!! dasar anak kurang ajar, susah banget disuruh nyari uban segitu juga". Gerutu ayahnya semakin keras.

Namun Bayu tetap diam, tidur. Sesaat kemudian..

"Duaaaarr..." Pintu ditendangnya dengan kesal. Matanya merah padam. Nafasnya terengah-engah, marah.

Dengan perasaan kesal, Bayu berucap "Loe fikir loe ayah yang baik, loe pikir loe suami yang baik, loe pikir gue bisa sekuat ini karena loe". Gerutunya kesal, Bayu membawa motornya tanpa tujuan. Asalkan tetap melaju dan menjauhi neraka kecil baginya.

"Waktu seneng dapet gaji gede, lu ngilang, sama istri baru loe, sekarang aja loe sakit loe ngerepotin mama, menyusahkan aja lu..!!!". Bayu meluahkan kekesalannya.

"Enak banget hidup loe, ga liat apa mama ampe bangun subuh tidur larut cuma buat ngidupin anak-anaknnya, buat ngasih maka loe, nah loe malah enak-enakan!! Ayah macem apa loe hahh". Tak henti-hentinya Bayu menggerutu.

"Pantes anak-anak loe ga respect sama loe lagi, sikap loe yang pemarah, pencaci bahkan sama darah daging loe sendiri"

"Jangan salahin gue kalo sikap gue kaya gini, gue kurang apa, gue ga ngerokok, ga minum bahkan ga ngobat kaya anak-anak lainnya yang pusing dirumah"

"Gue tetep jadi anak baik, nah loe masih memperlakukan gue kaya binatang". "Bilang gue anak setan". Lanjut Bayu yang selama ini memendam kekesalan terhadap prilaku ayah selama ini.

"Sialan...!!!" bibirnya tak henti -hentinya menggerutu, motornya semakin cepat melaju.

"Dari SD ampe SMA, belum pernah loe nanyain gimana sekolah gue, BAHKAN gue selalu nunggak kesekolah, ijazah ditahan. Tunggakan mulu padahal punya ayah kerja dengan gaji super lebih dari cukup, arrgghhh...!!!"

Bayu mendapati ada sesuatu dipelupuk matanya, lalu berkaca-kaca. Tampak kekasalan luar biasa menumpuk dihati Bayu. Tak bisa ditahan lagi, Bayu terus saja menggerutu sambil menambah kecepatan motornya.

"Waktu loe nganggur, Mama yang nafkahin anak-anaknnya! Dagang gorengan, dagang lontong, nyuci pakaian tetangga bahkan rela jadi pembantu"

"Hidup loe kurang apa lagi ampe loe khianatin Mama, loe kawin lagi, arrgghh..!!!

"Gaji berkali-kali lipat dari orang lain, tapi tetep mama, gue makan dari hasil keringet mama"

"Gue ga pernah BANGGA punya ayah kaya loe, mending gue hidup berdua aja sama mama, gue juga bisa jagain mama, bukannya seperti loe, yang bisanya bikin mama sakit!!!". Hati Bayu semakin berkecamuk.

"Mama" bisiknya lirih, dia tak dapat membendung lagi, tetesan air melepuh keluar dengan halus, berjatuhan dari matanya yang sipit. Suaranya parau, terasa tertahan ditenggorokan. Kepalanya terasa berat, serasa akan pecah. Pikirannya menjalar tak karuan.

"Mama" ulangnya, cucuran airmatanya semakin deras. "Mama, sabar yaa… Kita pasti bisa laluin semua ini, kita kuat. Kita pernah laluin lebih dari ini, aku tau mama perempuan yang sangat kuat". Batinnya lirih. "Mama bisa, bertahan ampe aku punya pekerjaan. Aku bakal nyenengin mama". Bisiknya lemah

"Aku bakal beliin mama mukena, kerudung, baju hangat baru, sandal baru, aku bakal bawa mama berobat. Mama yang kuat ya, pasti bisa". Bayu semakin mempercepat lajunnya, melewati pepohonan rindang, bambu-bambu lebat yang tertiup angin. Daerah itu terasa sunyi dan Bayu pu membelokkan motornya ke arah kanan lalu memperlambat laju motornya. Kemudian berhenti dan duduk lemas disebuah gubuk reot.

Diusapnya sisa-sisa air mata dipipi. "Hufttt" dia menghela nafas panjang. Sunyi, sepi, tak ada keributan, tak ada keluhan. Langit begitu biru, awan-awan putih tampak cantik memadu padan dengan langit yang maha luas. Burung-burung kecil berterbangan dan hinggal dipohon-pohon. Berkicau sangat indah. Semilir angin menerpa wajahnya, membuat matanya berkedip, dia terlihat lebih tenang.

Dia melihat sekeliling, hijaunya daun-daun dari pepohonan rindang, semak belukar yang lebat. Bunga-bunga kamboja yang bertebaran diatas tanah merah, luasnya hamparan sawah, suara derasnya degupan sungai. Jelas terdengar setiap suara alam disekelilingnya. Dia berbaring. Matanya berusaha tertutup, namun kadang dia membuka mata dan diam mematung.

"Kaya ada yang dateng?" batinnya bertanya. Lalu Bayu pun mendengarkan apa yang dirasakannya. Ternyata itu hanya perasannya, hanya suara angin yang menabrak bambu-bambu tinggi menjulang yang tumbuh dibelakang gubuk, membuatnya terdengar seperti langkah kaki, atau terdengar seperti gesekan kaki diantara tumpukan dedaunan kering.

Terasa damai, sunyi sepi, jauh dari hingar bingar, dari kekhawatiran, jauh dari penatnya dunia, dari jenuhnya kehidupan. Hatinya merasa lebih tenang. Dilihatnya sekeliling. Jejerang makam, ada rasa merinding yang dia rasakan. Namun dia tetap berusaha tenang dan mencoba menutup matanya lagi

"Krek". Terdengar suara disekelilingnya. Bayu terperanjat dan menoleh kebelakang, namun tak ada siapapun disitu. Hanya dirinya. Dan mungkin bersama makhluk lain yang tak kasat mata.

"Maaf, gue cuman numpang istirahat, maaf kalo ganggu. Masing-masing aja ya". Bisiknya pelan. Dia duduk, waspada. Tak lama kembali rebahan.

Ditengah rebahannya itu, Bayu teringat akan ibunya dirumah yang tetap mengerjakan pekerjaan sebagai seorang ibu. Dia (ibu) mencuci Piring dengan perasaan kalut. Sedih, matanya terasa panas. Namun tak ada tetesan disana. Setelah selesai, dia mengerjakan pekerjaan lain, mengepel lantai, membereskan dapur. Apapun dilakukannya. Sesekali dia mengelus dadanya, terasa sakit.

Anak yang dia kandung selama 9 bulan, dipertahankannya dengan separuh nyawanya diperlakukan seperti orang rendahan oleh suaminya sendiri.

Lelah...

Dia merasa sangat letih, matanya terlihat sayu, wajahnya tak secerah dulu dan keriput terlihat dimana-mana. Tenaganya tak sekuat dulu, sesekali dia terbatuk.

Dulu, tak seperti ini. Dia memiliki pembantu rumah tangga, pembantu untuk mengurus keluarga, pembantu untuk mencuci pakaian kotor, pembantu untuk mengurus anak-anaknya. Dia mengehala nafas panjang. Apapun dia kerjakan asal jangan sampai dia diam. Itu lebih baik untuk perasaannya yang sedang sedih.

Dulu dia adalah perempuan dengan pakaian bermerk mahal. Dihormati oleh masyarakat.
Dulu dia memiliki rumah, bukan kontrakan yang sekarang dia tinggali bersama suami, dan kedua anaknya.

Dulu, emas-emas mejadi koleksi wajibnya. Pakaian bermerk mahal, barang-barang antik, mobil, beberapa angkot, sawah-sawah, kebun jagung, beberapa tabungan dan deposito. Dulu keluarganya adalah orang terpandang, disegani. Hingga suaminya melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan oleh seorang ningrat, dan semuanya berujung menyakitkan.

Meski berat, dia tetap tegar. Perempuan kuat. Dikala suaminya malu untuk menghadapi kenyataan pahit, dia berusaha menjadi yang terdepan, membuat rasa nyaman untuk anak-anaknya. Berjualan mie ayam, gorengan, berjualan lontong dipinggir jalan, menjadi pembantu rumah tangga, mencuci pakaian kotor.

Dia kuat, sekuat baja, diberikannya kasih sayang yang besar untuk kedua anaknya. Tak pernah sedikitpun dia memperlakukan kedua anaknya secara tidak adil. Padahal dia hanya lulusan sekolah dasar, bahkan tidak sampai lulus sekolah. Hanya sampai kelas 2 SD.

Disaat suaminya tidur, dia bangun ditengah malam, bersujud dan menumpahkan semua kekecewaannya, kekesalannya, namun dia tau seberapa keras dia memprotes kepada tuhan, dia hanyalah hamba, meski dia menangis, menjerit tetaplah semuanya tidak akan kembali dalam sekejap. Dia lebih tabah. Dia hanya meminta kesehatan dan kekuatan yang lebih untuk memikul lebih banyak cobaan untuknya.Dia hanya meminta rezeki yang halal, untuk membaikkan kedua anaknnya. Disaat semua orang tertidur pulas, saat itulah dia bersujud memohon ampun.

Tak lama kemudian Bayu terkejut dan terbangun ditengah-tengah pikirannya tertuju pada ibunya setelah mendapati ada pak tua didekatnya. Kemudian duduk, merapikan pakaiannya yang tampak kusut.

"Pak, saya numpang istirahat" izinnya kepada lelaki tua yang dilihatnya tengah duduk disampingnya.

"Iya tidak apa-apa". Ucap lelaki tua dengan santai.

Lelaki tua, dengan celurit ditangan kirinya, dan sebatang rokok lusuh ditangan kanannnya, bajunya kotor dan wajahnya terlihat tua, namun ada kedamaian disana, yang membuat Bayu merasa nyaman.

"Gimana kabar keluarga?" Tanya lelaki tua tidak menoleh.

"Mama sehat, ade juga sehat". Jawab Bayu dengan nada sopan.

"Pak Soleh sehat?". Sambung Bayu.

"Eh. Papa lagi sakit? Ngga kerja?". Pa tua itu pun menyambung pertanyaannya.

"Ngga, udah sebulan ada dirumah. Udah ga kerja". Jawab Bayu. "Disini adem ya pak". Bayu mengalihkan topik membahasan. "Disini pemakanam umum ya? Bikin suasana hati jadi tenang ya". Lanjut Bayu.

"Iya, disini memang bikin hati tenang. Pemakaman keluarga dulunya, tapi yang punyanya mewakafkan tanahnnya buat daerah sini. Ya sekarang jadi pemakanamn umum." Jelasnya.

Lama Bayu mengobrol dengan lelaki tua itu. Hingga terdengar adzan dari kejauhan, hingga dia memutuskan untuk pulang kerumah. Suasana hatinya sudah merasa lebih tenang. Dia meninggalkan lelaki tua digubuk seorang diri.

"Maafkan aku Tuhan, bagaimanapun, sejelek apapun dia tetap ayahku, ayah kandungku. Maafkanlah dia, aku yang salah. Aku yang harus mengalah. Kasian mama". batinnya memanjatkan do'a.

"Aku yang harus banyak mengalah, toh ayah memang lagi sakit. Tak semestinya tadi ku bersikap seperti itu". Hatinya meyakinkan. "Maaf Ma, aku bakal lebih dewasa untuk bersikap". Dia memarkir motornya didepan rumah. Dilihatnya pintu kamar orang tuanya tertutup rapat, dia mengela nafas panjang. Dilihatnya Mama didapur.

Bayu terdiam seperti patung, tubuhnya kaku. Tak dapat digerakkan, hatinya kembali bersedih. Air matanya mengalir deras sekali namun tak terdengar. Matanya terasa sangat panas dan kepalanya benar-benar terasa ingin pecah.

Dilihatnya ibunya yang terbaring lemas dilantai. Dia menatap dengan tatapan iba. Ibunya tengah tertidur dengan tangan masih menggenggam pisau, beberapa buah bawang merah berceceran, 2 buah cabai yang sudah terpotong. Diujung sepiring dengan nasi hanya buat beberapa suapan saja, dilihatnya dengan jelas. Nasi hanya dengan garam.

"Mama makan dengan garam dan kecap lagi". Air matanya semakin deras. Namun tetap tidak terdengar isakan.

"Tuhan, kuatkan Mama. Berikan dia ketabahan. Aku bisa lebih kuat, bisa tabah jika mama tabah. Beri dia kesehatan yang ekstra, kekuatan yang ektra. Beri dia kehidupan yang layak. Aku janji Tuhan, aku akan menjadi anak yang baik, yang rajin, aku janji aku ga bakal macem-macem, cukup mama kau berikan kemudahan. Aku akan bekerja keras. Berikan mama kemudahan, kekuatan, beri mama kehidupan yang layak Tuhan". Pintanya dalam hati. "Aku kuat, Mama juga kuat". Hatinya menguatkan.

Bayu-pun mengambil pisau ditangan ibunya dengan sangat hati-hati, disimpannya diatas rak. Diambil alihnya pekerjaan yang belum sempat dikerjakan ibunya. Dirapihkannya bahan-bahan untuk membuat gorengan dan cilok milik ibunya.

"Ya Tuhan, aku tau kau memberikan ujian ini bukan tanpa sebab, tapi untuk memuliakanku. Untuk membuatku lebih kuat, lebih mampu dan lebih menghargai apa artinya hidup, kebersamaan, kasih sayang"

"Kini aku tak lagi malu dengan semua ini, dengan kontrakan kecil ini, dengan dagangan mama, mungkin aku tidak bisa main-main lagi, tidak bisa menyombongkan harta lagi, mungkin aku sakit karena terjatuh dengan keras, namun aku sangat bersyukur telah diberikan ibu yang sangat kuat, memberikanku arti hidup yang sebenarnya. Perjuangan, pengorbanan, tenaga, kekuatan, kesabaran ekstra. Semuanya Tuhan"

"Aku yakin, semua ini akan menjadikanku lebih mampu dimasa mendatang, menjadikanku lebih dewasa, maka ikhlaskanlah hatiku untuk membarukan diri, untuk menjadi lebih baik. Kuatkanlah kakiku untuk tetap berdiri, kokohkanlah pundakku untuk memikul lebih banyak beban. Aku siap Tuhan, asalkan ibuku tetap bersamaku"

"Baikanlah ayahku yang belum baik, aku tau Engkau tengah mengujinya, maka berilah dia pencerahan disetiap pandangannya. Terimakasih Tuhan". Lirihnya pelan didalam hati.

Oleh Irwan Yanwar
email: dd.irwanyanwar@yahoo.com

Catatan:
Cerpen diatas merupakan kiriman dari Irwan Yanwar (Nama Facebook: Irwan Yanwar), seorang remaja yang lahir pada tanggal 01 Januari 1993. Cerpen yang diberi judul Otak-Otak Atik diatas merupakan cerpen yang berhubungan pengalaman pribadi yang diterbitkan dengan harapan agar cerita ini bisa bermanfaat dan menjadi pelajaran berharga untuk para pembaca.

Pesan moral dari penulis untuk seluruh pembaca:
  1. Hidup itu seperti roda, kadang kita diatas berfikir seolah semuanya akan tetap begitu, namun tanpa ada pemberitahuan dan persiapan kita jatuh dan tersungkur. Namun tetaplah dijalan yang benar. Tetaplah hidup dalam kejujuran dan kesabaran, berharaplah kepada pemberi harap yaitu اَللّهُ karena dialah pemberi harap yang tal pernah salah. Mungkin ada hal yang tidak bisa kita dapatkan, mungkin ada luka tapi itu lebih baik. Karena sesuatu yang اَللّهُ berikan tujuannya adalah untu memuliakan hambanya yang mungkin salah.
  2. Rangkullah ibumu, berilah dia senyuaman, jangalah kau kasari dia, dia itu lelah mengurusimu, dia itu letih. Perhatikanlah dia, keriuputnya semakin banyak, tubuhnya ta lagi sekuat dulu. Janganlah kau mendukan perhatianmu untuk orang yang mungkin hanya menyayangimu dari luar, lihatlah ibumu dan renungkanlah. Ibumu itu memiliki kasih sayang yang tak pernah mati. Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang tombak.
  3. Tetaplah menjadi anak yang berjalan dalam kebenaran, jadilah anak yang berbakti.
  4. Kendalikan emosimu, sebelum itu semua membuat semuanya semakin rumit
  5. Ambillah waktumu dan sempatkan beberapa jam saja untu merenung, jauhkan dirimu dari kegaduhan, dari facebook, dari handphone, rasakanlah dirimu diantara alam sekitar, kau akan lebih tenang dan akan lebih banyak berfikir mengenai kehidupan.
  6. Hal yang apaling membanggakan adalah kita masih muda dan kita berada dijalan yang benar.
  7. Satu kegagalan tidak menjadikan seluruh kehidupanmu gagal. Ia hanyalah sebuah pilihan logis selain keberhasilan, yang akan menjadi semakin kecil saat engkau membaikkan dirimu.

Advertisement



Bagikan:

Komentar Untuk Cerpen Sedih: Otak-Otak Atik