-->

19 January 2014

Cerita Rakyat Dumai Riau: Legenda Puteri Tujuh

by ZodiakLopedia tagged as published on 19 January 2014
Tersebutlah kisah Ratu Cik Sima, raja perempuan yang memerintah Kerajaan Sri Bunga Tanjung. Baginda mempunyai 7 orang puteri, dikenal sebagai Puteri Tujuh. Ketujuh puteri itu terkenal sangat cantik, namun yang paling cantik puteri bungsu, Mayang Sari namanya. Karena kecantikannya Mayang Sari digelar Mayang Mengurai.

Konon, pada suatu ketika singgahlah di pelabuhan Sri Bunga Tanjung, laskar dari Kerajaan Empang Kuala, angkatan ini dipimpin oleh pangeran yaitu putera raja Empang Kuala. Pada suatu hari pengeran ingin berjalan-jalan melihat-lihat keindahan kota. Supaya lebih leluasa berjalan, pengeran menyamar seperti kebanyakan rakyat jelata. Para pengiring pangeran pun menyamar sebagai orang umum yang bebas kemana-mana.

Rombongan itupun sampai dipinggir lubuk pemandian, Sarang Umai (sejenis landak berbulu tegak dan keras seperti duri). Mereka tertegun karena pada saat itu melihat puteri turut mandi berenang-renang di lubuk itu. Para pengiring pun segera memberitahukan hal itu kepada pangeran.

"Lihat Tuanku ada tujuh peteri berenang di Lubuk Sarang Umai". Kata salah seorang pengiring: "Waahh.. gadisnya jelita semua Tuanku". Pangeran pun terpesona. "Ya, gadis jelita di Lubuk Umai, seorang paling cantik itu tentu saja dia berada di lubuk Umai, di Umai, hmm.. ya di Umai" kata baginda berdialog dalam hati karena takjub.

Konon, di Umai itu asal kata Dumai (asal usul Dumai), nama sebuah kota di Propinsi Riau hingga dewasa ini. Karena pangeran asyik merenungi wajah puteri, tentu saja setelah diselidiki bernama Mayang Sari yang bergelar Mayang Mengurai itu. Sepakatlah para perwira dalam rombongan Kerajaan Empang Kuala untuk mangajukan lamaran. Mereka akan meminang gadis cantik itu untuk dijodohkan dengan pangeran junjungan mereka.

Kedatangan utusan pangeran dengan adat kebesaran raja-raja mengantar tepak sirih, atau kotak tempat sirih yang disebut tepak sirih pinangan disambut oleh Ratu Cik Sima dengan kemuliaan adat istiadat yang berlaku di Negeri Sri Bunga Tanjung. Menurut kata shohibul hikayat, tapak sirih sebagai balasan pinangan pangeran pun diunjukkan dengan hikmat. Ratu Cik Sima mengisi cembul yang paling besar diantara tujuh buah cembul didalam tepak itu denga pinang. Enam buah cembul lainnya kosong diisinya. Itulah simbol adat, perlambang puteri tertua saja yang berhak menerima pinangan pangeran. Sesuatu yang mengisyaratkan pantang kawin melangkah batang, artinya puteri lebih muda dilarang mendahului kakak-kakaknya yang lebih tua. Oleh karena itu tentu saja pangeran sangat kecewa dan merasa terhina.

Dengan lambang itu maka terjadilah peperangan antara dua kerajaan di pinggir Selat Malaka. Laskar Empang Kuala pun menyerang Negeri Sri Bunga Tanjung. Negeri Sri Bunga Tanjung hancur seketika dan rakyat tewas bergelimpangan di ujung pedang.

Cemaslah hati Ratu Cik Sima, baginda segera menyelamatkan putri tujuh kesayangannya. Gadis cantik 7 bersaudara itu pun disembunyikan didalam sebuah lubang terlindung hutan belantara, serta dilengkapi makanan yang cukup selama 3 bulan, karena diperkirakan perang akan berkecamuk selama 3 bulan.

Kerajaan Sri Bunga Tanjung yang semakin lama semakin kalah, sadar akan ancaman bahaya ini. Ratu Cik Sima pun segera menghadap jin yang berada bukit hulu sungai Umai memohon bantuannya. Jin itupun sepakat dan dilantik menjadi kepala perang. Konon itulah bentuk pertama kalinya daerah hulu sungai Umai itu disebut Bukit Jin. Sampai sekarang masih disebut Bukit Jin.

Sementara itu, laskar pangeran Empang Kuala dengan berpuluh-puluh kapal sedang berlabuh beristirahat di pinggir Umai. Mereka berlindung dibawah pohon-pohon bakau. Menjelang serangan akhir yang kemenangannya sudah diambang pintu itu, namun ada kejadian aneh menjelang tengah malam secara tidak disangka-sangka terjadilah suatu peristiwa ajaib mengerikan. Mereka diserang jin yang menjatuhkan beribu-ribu buah bakau yang tajam dan meruncing. Buah-buah bakau itu berhamburan bagai anak panah terlepas dari busurnya. Menembus atap bahtera dan kapal. Buah bakau itu juga menusuk tubuh para laskar dengan dahsyat. Banyak panglima gugur, hulu balang Empang Kuala pun menjadi korban karena belum sempat melawan. Maka hancurlah laskar dibawah pimpinan pangeran dari Kerajaan Empang Kuala itu. Tentu saja keadaannya sangat mengerikan.

Pada saat itulah datang seorang panglima utusan Ratu Cik Sima menghadap pangeran di kapalnya. "Hai panglima! Apa maksud kedatanganmu?" Tanya pengeran sambil meraba-raba keris yang bersiap-siap menyerang. "Hendak engkau bunuh juga kami semua?" Pangeran gugub terbata-bata. "Tuanku, hamba datang selaku utusan damai menyampaikan pesan Ratu Cik Sima" Sembah Panglima dihadapannya. "Hentikanlah peperangan yang terlalu banyak memakan korban ini Tuanku. Telah 4 purnama kita berperang menodai pesisir Sri Bunga Tunjang dengan siraman darah. Sudah tidak patut perbuatan kita ini merusak bumi sakti rantau bertuah" Ucap Panglima. "Apa maksudnya panglima?" Jawab Pangeran. "Siapa yang datang dengan niat baik ke Negeri Sri Bunga Tanjung, akan selamat sejahteralah dia, sebaliknya bila datang dengan niat jahat, malapetaka akan menimpa dirinya" Jelas Panglima utusan Ratu Cik Sima. Pangeran dari Kerajaan Empang Kuala itupun terhanyak, beliau sadar bahwa kedatangannya telah mendahului silang selisih di Negeri Sri Bunga Tanjung yang dahulu dikenal cukup damai tenteram.

Beliau segera bertitah kepada segenap laskar tersisa agar segera pulang ke Negeri Empang Kuala sebelum semua binasa. Ratu Cik Sima dinyatakan sebagai pemenang perang, akan tetapi baginda tidak memperoleh perasaan lega karena malapetaka lebih besar datang menimpanya. Tujuh puteri kesayangan didapati mati semua didalam lubang perlindungan. Mereka cukup sengsara mati lemas dan kelaparan. Mereka kehabisan makanan yang disiapkan, tentu saja persediaan makanan hanya cukup untuk 3 bulan sedangkan perang berlarut-larut selama 4 bulan.

Akhirnya Ratu Cik Sima pun mangkat dalam keadaan cukup nestapa. Pengorbanan itu tetap dikenang dalam lirik ilmu perdukunan menurut kepercayaan masyarakat setempat hingga saat ini. "Umbut mari mayang diumbut, mari diumbut dirumpun bulut. Jemput mari dayang dijemput, mari dijemput turun bertujuh. Ketujuh berkain serong, ketujuhnya bersubang daging, ketujuhnya bersanggul sendeng, ketujuhnya memakain pending".

Sesuai kepercayaan masyarakat Dumai tempat terkuburnya tujuh puteri Ratu Cik Sima itu konon tepat pada lokasi kilang minyak Pertamina UP.II diberi nama Puteri Tujuh di DUmai sekarang ini.

Advertisement



Bagikan:

Komentar Untuk Cerita Rakyat Dumai Riau: Legenda Puteri Tujuh